BAB XI
PENGARUH KELAS SOSIAL DAN STATUS
11.1 Jenjang Sosial
Perkembangan zaman
ternyata juga mempengaruhi dalam pola kehidupan dan interaksi sosial kita.
Termasuk pengaruh kelas sosial dan status sosial terhadap pembelian dan
konsumsi. Pengaruh jenjang sosial Terhadap Pembelian dan Konsumsi sangat
berpengaruh, kelas sosial dan lapisan sangat penting untuk para produsen karena
dapat membedakan target sasaran produsen tersebut apa untuk status yang lebih
tinggi atau untuk status yang lebih rendah dalam menjual produk mereka.
Gaya hidup dari lapisan
atas pastinya akan berbeda dengan gaya hidup lapisan menengah dan bawah. Dengan
uang yang banyak masyarakat yang berada dilapisan atas biasanya lebih konsumtif
dalam melakukan pembelian dan dapat membeli barang-barang mewah yang
mahal harganya, sedangkan untuk kelas menengah dan bawah barang mewah adalah
suatu pemborosan yang akan mereka lakukan jika dipaksakan untuk membelinya.
Keberadaaan Jenjang
sosial dalam kehidupan masyarakat merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan
dari kehidupan. Keberdaan hal ini di karenakan banyak faktor yang
mempengaruhiya, di saamping itu setiap manusia memiliki keinginan yang sangat
kuat untuk bisa dihargai maupun dihormati oleh orang lainnya.
Hal itulah yang paling
utama dalam membentuk adanya jenjang sosial di masyarakat. sehingga akan
menjadikan manusia untuk melakukan proses agar dapat berkembang dari kehidupan
sebelumnya menjadi kehidupan yang lebih baik.
11.2 Pengertian Jenjang
Sosial
Jenjang sosial adalah
pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas atau jenjang
yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status
yang sama, dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi
atau lebih rendah.
Jenjang sosial akan
berubah seiring dengan pencapaian dan keberhasilannya dalam merubah kelas
sosialnya. Serta akan menghasilkan status sosial yang lebih tinggi dari
sebelumnya sesuai dengan pencapaiannya.
11.3 Faktor Penentu
Kelas Sosial
Beberapa indikator lain yang berpengaruh
terhadap pembentukan kelas sosial, yaitu:
1.
Kekayaan
Untuk memahami peran uang dalam menentukan strata
sosial/kelas sosial, kita harus menyadari bahwa pada dasamya kelas sosial
merupakan suatu cara hidup. Artinya bahwa pada kelas-kelas sosial tertentu,
memiliki cara hidup atau pola hidup tertentu pula, dan untuk menopang cara
hidup tersebut diperlukan biaya dalam hal ini uang memiliki peran untuk
menopang cara hidup kelas sosial tertentu.
Sebagai contoh: dalam kelas sosial atas tentunya
diperlukan banyak sekali uang untuk dapat hidup menurut tata cara kelas sosial
tersebut. Namun demikian, jumlah uang sebanyak apa pun tidak menjamin segera
mendapatkan status kelas sosial atas. "Orang Kaya Baru" (OKB) mungkin
mempunyai banyak uang, tetapi mereka tidak otomatis memiliki atau mencerminkan
cara hidup orang kelas sosial atas. OKB yang tidak dilahirkan dan
disosiaiisasikan dalam sub-kultur kelas sosial atas, maka dapat dipastikan
bahwa sekali-sekali ia akan melakukan kekeliruan, dan kekeliruan itu akan menyingkap
sikap kemampuannya yang asli. Untuk memasuki suatu status baru, maka dituntut
untuk memiliki sikap, perasaan, dan reaksi yang merupakan kebiasaan orang
status yang akan dituju, dan hal ini diperlukan waktu yang tidak singkat.
Uang juga memiliki makna halus lainnya. Penghasilan
yang diperoleh dari pekerjaan profesional lebih memiliki prestise daripada
penghasilan yang berujud upah dari pekerjaan kasar. Uang yang diperoleh dari
pekerjaan halal lebih memiliki prestise daripada uang hasil perjudian atau korupsi.
Dengan demikian, sumber dan jenis penghasilan seseorang memberi gambaran
tentang latar belakang keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.
Jadi, uang memang merupakan determinan kelas sosial
yang penting; hal tersebut sebagian disebabkan oleh perannya dalam memberikan
gambaran tentang latar belakang keluarga dan cara hidup seseorang.
2.
Pekerjaan
Dengan semakin beragamnya pekerjaan yang
terspesialisasi kedalam jenis-jenis pekerjaan tertentu, kita secara sadar atau
tidak bahwa beberapa jenis pekerjaan tertentu lebih terhormat daripada jenis
pekerjaan lainnya. Hal ini dapat kita lihat pada masyarakat Cina klasik, dimana
mereka lebih menghormati ilmuwan dan memandang rendah serdadu; Sedangkan
orang-orang Nazi Jerman bersikap sebaliknya.
Mengapa suatu jenis pekerjaan harus memiliki prestise
yang lebih tinggi daripada jenis pekerjaan lainnya. Hal ini merupakan masalah
yang sudah lama menarik perhatian para ahli ilmu sosial. Jenis-jenis pekerjaan
yang berprestise tinggi pada umumnya memberi penghasilan yang lebih tinggi;
meskipun demikian terdapat banyak pengecualian (?). Jenis-jenis pekerjaan yang
berprestise tinggi pada umumnya memerlukan pendidikan tinggi, meskipun
korelasinya masih jauh dari sempuma. Demikian halnya pentingnya peran suatu
jenis pekerjaan bukanlah kriteria yang memuaskan sebagai faktor determinan
strata sosial, Karena bagaimana mungkin kita bisa mengatakan bahwa pekerjaan
seorang petani atau polisi kurang berharga bagi masyarakat daripada pekerjaan
seorang penasihat hukum atau ahli ekonomi ? Sebenarnya, pemungut sampah yang
jenjang prestisenya rendah itulah yang mungkin merupakan pekerja yang memiliki
peran penting dari semua pekerja dalam peradaban kota! Pekerjaan merupakan
aspek strata sosial yang penting, karena begitu banyak segi kehidupan lainnya
yang berkaitan dengan pekerjaan. Apabila kita mengetahui jenis pekerjaan
seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar hidup,
pertemanannya, jam kerja, dan kebiasaan sehari-hari keluarga orang tersebut.
Kita bahkan bisa menduga selera bacaan, selera rekreasi, standar moral, dan
bahkan orientasi keagamaannya. Dengan kata lain, setiap jenis pekerjaan
merupakan bagian dari cara hidup yang sangat berbeda dengan jenis pekerjaan
lainnya.
Keseluruhan cara hidup seseoranglah yang pada akhimya
menentukan pada strata sosial mana orang itu digolongkan. Pekerjaan merupakan
salah satu indikator terbaik untuk mengetahui cara hidup seseorang. Oleh karena
itu, pekerjaan-pun merupakan indikator terbaik untuk mengetahui strata sosial
seseorang.
3.
Pendidikan
Kelas sosial dan pendidikan saling mempengaruhi
sekurang-kurangnya dalam dua hal. Pertama, pendidikan yang tinggi memerlukan
uang dan motivasi. Kedua, jenis dan tinggi rendahnya pendidikan mempengaruhi
jenjang kelas sosia. Pendidikan tidak hanya sekedar memberikan ketrampilan
kerja, tetapi juga melahirkan perubahan mental, selera, minat, tujuan, etiket,
cara berbicara - perubahan dalam keseluruhan cara hidup seseorang.
Dalam beberapa hal, pendidikan malah lebih penting
daripada pekerjaan. De Fronzo (1973) menemukan bahwa dalam segi sikap pribadi
dan perilaku sosial para pekerja kasar sangat berbeda dengan para karyawan
kantor. Namun demikian, perbedaan itu sebagian besar tidak tampak bilamana
tingkat pendidikan mereka sebanding.
11.4 Pengukuran Kelas Sosial
Pendekatan yang
sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori yang
luas, meliputi ukuran subyektif, ukuran reputasi, ukuran obyektif dari kelas
sosial.
1.
Ukuran Subyektif
Untuk mengukur kelas sosial dengan pendekatan ini,
para individu diminta untuk menaksir kedudukan kelas sosial mereka
masing-masing. Klasifikasi keanggotaan kelas sosial yang dihasilkan didasarkan
pada persepsi partisipan terhadap dirinya atau citra diri partisipan. Kelas
sosial dianggap sebagai fenomena “pribadi” yaitu fenomena yang menggambarkan
rasa memiliki seseorang atau identifikasi dengan orang lain. Rasa keanggotaan
kelompok sosial ini sering disebut kesadaran sosial.
2.
Ukuran Reputasi
Pendekatan reputasi untuk mengukur kelas sosial
memerlukan informan mengenai masyarakat yang dipilih untuk membuat pertimbangan
awal mengenai keanggotaan kelas sosial orang lain dalam masyarakat.
3.
Ukuran Obyektif
Ukuran obyektif terdiri dari berbagai variabel
demografis atau sosioekonomis yang dipilih mengenai individu yang sedang
dipelajari. Ukuran obyektif kelas sosial terbagi menjadi dua kategori pokok
yaitu indeks variabel tunggal dan indeks variabel gabungan.
11.5 Apakah Kelas Sosial
berubah?
Kelas
sosial yang dimiliki oleh seseorang merupakan hasil kerja keras, dengan kerja
keras tentu kelas sosial akan meningat, namun untuk mempertahankannya pun butuh
perjuangan, bila tidak, maka kelas sosial yang sebelumnya dimiliki, akan
mengalami penurunan. Kelas sosial senantiasa akan berubah seiring dengan
prestasi seseorang dimasyarakat, untuk itu agar kelas sosial seseorang selalu
terjaga, maka ia perlu menjaganya dengan usaha yang keras.
11.6 Pemasaran Pada
Segmen Pasar Berdasar Kelas Sosial
Untuk mencapai hasil
pemasaran yang optimal, kita pertama kali harus terlebih dahulu melakukan
segmentasi pasar atas produk yang akan kita jual. Segmentasi pasar pada intinya
membagi potensi pasar menjadi bagian-bagian tertentu; bisa berdasar pembagian
demografis, berdasar kelas ekonomi dan pendidikan ataupun juga berdasar gaya
hidup (psikografis).
Pembagian segmen yang paling lazim
dilakukan adalah berdasar kelas sosial ekonomi. Sebagai misal, pembagian yang
sering dilakukan adalah membagi lapisan pasar menjadi empat kelas : misal kelas
C (kelas ekonomi rendah), kelas B (menengah), dan kelas AB (menengah atas) dan
kelas A (golongan atas).
Sebagai misal, produk
kartu ponsel Esia yang murah meriah cenderung ditujukan untuk golongan B dan
golongan C. Sementara produk mobil mewah seperti BMW atau produk tas Gucci
ditujukan untuk segmen kelas atas.
Setelah segmentasi
atas produk telah ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah melakukan
targeting atau membidik target market yang telah kita pilih dalam analisa
segmentasi pasar. Dalam hal ini tentu saja serangkaian program pemasaran yang
dilakukan harus pas dengan karakteristik pasar sasaran yang hendak kita tuju.
Sebagai misal produk-produk tas dan sepatu mewah seperti dengan merk Gucci atau
Louis Vuitton, maka mereka selalu memilih mal kelas atas seperti Plaza Senayan
dan Pacific Place untuk membuka outletnya; dan bukan di mal kelas menengah
seperti Plaza Jatinegara. Hal diatas dilakukan agar kegiatan promosi peasaran
yang dilakukan pas dan tepat sasaran dengan segmen pasar yang ditujunya.
Selain targeting, maka
langkah berikutnya adalah melakukan positioning produk. Langkah ini artinya
adalah menciptpakan keunikan posisi produk dalam benak atau persepsi pelanggan
potensial yang akan dibidik. Mobil mewah BMW selalu mencitrakan dan
memposisikan dirinya sebagai kendaraan mewah nan elegan. Pada sisi lain Esia
selalu mencoba memposisikan dirinya sebegai produk rakyat kebanyakan yang murah
dan tersedia dimana-mana.
Positioning yang pas
ini menjadi sangat penting, sebab dengan begitu mereka bisa meraih simpati
dalam benak pelanggan. Dan selanjutnya hal ini bisa mendorong mereka untuk
melakukan pembelian produk yang ditawarkan.
BAB XII
PENGARUH INDIVIDU
12.1 Pengaruh Kelompok
Referensi
Kelompok Referensi
(Reference Group) atau Kelompok Rujukan atau Kelompok Acuan merupakan
sekelompok orang yang dianggap memiliki pengaruh evaluasi, aspirasi, bahkan
perilaku terhadap orang lain secara langsung ataupun tidak langsung, dan
dianggap sebagai pembandingan bagi seseorang dalam membentuk nilai dan sikap
umum/khusus atau pedoman khusus bagi perilaku.
Kelompok referensi
memberikan standar (norma atau nilai) yang dapat menjadi perspektif penentu
mengenai bagaimana seseorang berfikir atau berperilaku, dan kelompok ini
berguna sebagai referensi seseorang dalam pengambilan keputusan.
Menurut Sumarwan
(2003), kelompok referensi (preference group) adalah seorang individu atau
sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi seseorang. Sedangkan menurut
Kotler dan Keller (2000), kelompok referensi sebagai kelompok yang mempunyai
pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
Dan menurut Herbet H. Hyman, kelompok acuan didefinisikan sebagai orang atau
kelompok orang yang mempengaruhi secara bermakna suatu perilaku individu.
Pada awalnya kelompok
acuan dibatasi secara sempit dan hanya mencakup kelompok-kelompok dengan siapa
individu berinteraksi secara langsung (keluarga dan teman-teman akrab). Tetapi
konsep ini secara berangsur-angsur telah diperluas mencakup pengaruh perorangan
atau kelompok secara langsung maupun tidak langsung. Kelompok acuan tidak
langsung terdiri dari orang-orang atau kelompok yang masing-masing tidak
mempunyai kontak langsung, seperti para bintang film, pahlawan olahraga,
pemimpin politik, ataupun orang yang berpakain baik dan kelihatan menarik di
sudut jalan (Schiffman, Leon G. and Kanuk, Leslie Lazar, 2000).
Kelompok referensi
merupakan hal yang sangat penting dan ide yang berpengaruh besar dalam Perilaku
konsumen. Sebab, kelompok referensi adalah setiap orang atau kelompok yang
dianggap sebagi perbandingan (referensi) bagi seseorang dalam membentuk
nilai-nilai umum atau khusus, atau dalam berperilaku. Dari perspektif
pemasaran, kelompok referensi merupakan kelompok yang dianggap sebagai dasar
referensi bagi seseorang dalam menentukan kepuusan pembelian atau konsumsi
mereka.
12.1.1
Jenis Kelompok Referensi
Sumarwan (2003) menggolongkan kelompok
referensi berdasarkan posisi dan fungsinya:
1. Kelompok
Formal, yaitu kelompok yang memiliki struktur organisasi secara tertulis dan
keanggotaannya terdaftar secara resmi. Contohnya, Serikat Pekerja Indonesia,
Universitas dll.
2. Kelompok
Informal, yaitu kelompok yang tidak memiliki struktur organisasi secara
tertulis dan keanggotaannya tidak terdaftar secara resmi. Contohnya, kelompok
bermain futsal, kelompok arisan dll.
3. Kelompok
Aspirasi, yaitu kelompok yang memperlihatkan keinginan untuk mengikuti norma,
nilai, maupun perilaku dari orang lain yang dijadikan kelompok acuan. Anggota
kelompok aspirasi tidak harus menjadi anggota dalam kelompok referensinya, atau
antar anggota aspirasi tidak harus menjadi anggota kelompok referensinya dan
saling berkomunikasi. Contoh, anak-anak muda yang mengikuti gaya berpakaian
para selebriti Korea atau Amerika.
4. Kelompok
Disosiasi, yaitu seseorang atau kelompok yang berusaha menghindari asosiasi
dengan kelompok referensi.
12.1.2
Pengaruh Kelompok Referensi
Menurut Hawkins et al. (2007),
terdapat tiga pengaruh kelompok referensi, yaitu:
1. Pengaruh
informasional (Informational influence) terjadi ketika seorang individu
menggunakan perilaku dan pendapat anggota KR sebagai sumbangan informasi yang
sangat berguna.
2. Pengaruh
normatif (normative influence), kadang-kadang merujuk pada pengaruh utilitarian
(utilitarian influence), terjadi ketika individu memenuhi ekspektasi kelompok
untuk mendapat reward langsung untuk menghindari sanksi.
3. Pengaruh
Identifikasi (Identification influence), juga disebut value-expressive
influence, terjadi ketika individu telah mengalami internalisasi nilai dan
norma grup.
Dan terdapat tiga cara yang
disampaikan oleh Engel et al. (1994), yaitu:
1. Pengaruh
Utilitarian (Normatif), Pengaruh kelompok referensi dapat diekspresikan melalui
tekanan untuk tunduk pada norma kelompok; oleh karena itu lazim mengacu pada
pengaruh normatif. Contohnya, ketika seorang individu memenuhi harapan kelompok
untuk mendapatkan hadiah langsung atau menghindari hukuman.
2. Pengaruh
Nilai-ekspresif. Kelompok rujukan juga dapat melaksanakan fungsi
nilai-ekspresif, di mana suatu kebutuhan akan hubungan psikologis dengan suatu
kelompok tampak jelas dengan penerimaan norma, nilai, atau perilaku kelompok
tersebut dan respons penyesuaian diri dibuat, walaupun tidak ada motivasi untuk
menjadi seorang anggota. Sederhananya adalahketika seorang individu kelompok
menggunakan norma dan nilai-nilai dianggap sebagai panduan bagi sikap mereka
sendiri atau nilai-nilai.
3. Pengaruh
Informasi. Konsumen kerap menerima opini orang lain sewaktu memberikan bukti
yang dapat dipercaya dan dibutuhkan mengenai realitas. Perilaku dan pendapat
kelompok referensi digunakan sebagai berguna potongan informasi yang
berpotensi.
12.1.3
Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Pengaruh
Kelompok Acuan (referensi)
Besar
kecilnya pengaruh yang dibrikan oleh kelompok acuan terhadap perilaku individu
biasanya tergantung dari sifat-sifat dasar individu, produk yang ditawarkan,
juga pada faktor-faktor social yang spesifik.
1. Informasi
tentang produk dan pengalaman menggunakan produk tersebut Seseorang yang telah
pengalaman langsung dengan produk atau jasa, memperoleh informasi lengkap
tentang hal itu, mungkin dipengaruhi oleh saran atau contoh orang lain. Dalam
iklan hampir selalu ditampilkan bahwa si sumber komunikasi, yang adalah
kelompok acuan, memang sudah pernah menggunakan/mengkonsumsi produk atau jasa
yang ditawarkan dan mereka puas.
2. Kredibilitas,
daya tarik, dan kekuatan kelompok acuan. Sebuah kelompok acuan yang dianggap
kredibel, menarik, atau kuat dapat menginduksi sikap konsumen dan perubahan
perilaku. Sebagai contoh, ketika konsumen memperhatikan dengan memperoleh
informasi yang akurat tentang kinerja atau kualitas suatu produk atau jasa,
mereka akan dipengaruhi oleh orang-orang yang mereka anggap sebagai orang yang
terpercaya dan berpengetahuan.
3. Sifat
produk yang menonjol secara visual atau verbal. Produk yangmenonjol secara
visual maupun verbal adalah produ-produk yang dikonsumsi didepan umum dan juga
produk yang ekslusif seperti barang-barang mewah.
4. Dampak
kelompok acuan terhadap produk dan pilihan merek, terutama yang meyangkut
reward power dan social power Di beberapa kasus, untuk beberapa produk,
kelompok acuan mungkin kelompok acuan dapat mempengaruhi kategori produk baik
seseorang dan pilihan merek (atau tipe). Seperti produk yang disebut produk
plus, merek barang plus. Di kasus yang lain, kelompok acuan mempengaruhi hanya
produk kategori keputusan.
5. Besar
kecilnya risiko yang dipersepsi konsumen bila dia menggunakan produk tersebut.
Semakin besar resiko yang dipersepsi, semakin besar pengaruhkelompok acuan yang
sengaja dicari. Orang yang ingin membeli mobil akan bertanya dan terus mencari
informasikarena dia mempersepsi risiko yang tinggi (hargamahal dan dia bukan
ahli mesin).
12.2 Pengaruh Kata-Kata
Perilaku konsumen kita adalah fungsi
dari siapa kita sebagai individu. Pikiran, perasaan, sikap, dan pola
perilaku menentukan apa yang kita beli, ketika kita membelinya, dan bagaimana
kita menggunakannya. Tugas pemasar adalah untuk mencari tahu apa kebutuhan
dan keinginan konsumen, dan apa yang memotivasi konsumen untuk membeli.
Motivasi adalah permulaan dari semua perilaku konsumsi kita, dan konsumen
memiliki motif atau tujuan ganda. Kebanyakan kegiatan konsumsi adalah
hasil dari beberapa motif yang beroperasi pada waktu yang sama. Para
peneliti yang dilatih khusus dalam mengungkap motif, sering menggunakan teknik
penelitian kualitatif di mana konsumen didorong untuk mengungkapkan pikiran
mereka (kognisi) dan perasaan (mempengaruhi) melalui dialog.
Fokus kelompok dan wawancara
mendalam memberikan konsumen kesempatan untuk mendiskusikan produk dan
mengungkapkan pendapat tentang kegiatan konsumsi. Moderator terlatih atau
pewawancara sering memasuki motif prasadar yang mungkin tidak terdeteksi.
Nilai adalah tujuan hidup masyarakat
luas yang melambangkan perilaku model yang disukai (misalnya independen, penuh
kasih, jujur) atau akhir yang disukai (misalnya rasa keberhasilan, cinta dan
kasih saying, pengakuan sosial). Konsumen membeli produk akan membantu mereka
mencapai nilai yang diinginkan, mereka melihat atribut produk sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Memahamim perspektif berarti dapat membantu posisi
pemasar yang lebih baik dan membuat kampanye dan iklan promosi lebih
efektif. Konsumen memproses informasi ini untuk membantu mereka melalui
pendekatan pemrosesam informasi dalam memahami perilaku konsumtif dengan
berfokus pada urutan aktivitas mental yang digunakan orang dalam menafsirkan
dan mengintegritasikan lingkungan mereka.
BAB XIII
PENGARUH KELUARGA DAN RUMAH TANGGA
13.1
Keluarga dan Studi Tentang Perilaku Konsumen
Studi
tentang keputusan keluarga sebagai konsumen kurang lazim dibandingkan studi
tentang individu sebagai konsumen. Alasan untuk pengabaian dalam studi
pembelian keluarga adalah kesulitan dalam mempelajari tentang keluarga sebagai
organisasi. Survey dan metodologi penelitian pemasaran lain lebih mudah
dijalankan untuk individu daripada untuk keluarga. Pemberian kuesioner kepada
seluruh keluarga membutuhkan akses ke semua anggota pada waktu yang lebih
kurang sama, dengan menggunakan bahasa yang mempunyai makna sama bagi semua
anggota keluarga, dan menafsirkan hasil ketika anggota dari keluarga yang sama
melaporkan opini yang bertentangan mengenai apa yang dibeli oleh keluarga atau
pengaruh relative dalam keputusan tersebut. Haverty mengidentifikasikan
variabel utama yang terlibat didalam analisis seperti ini :
A. Fungsi Produksi Rumah Tangga
A. Fungsi Produksi Rumah Tangga
B. Stok (Sumber Daya) Rumah Tangga
C. Variabel Eksogen atau yang Ditetapkan
Sebelumnya
Walaupun
rumah tangga dan keluarga kadang digunakan secara dapat dipertukarkan sewaktu
menganalisis bagaimana keputusan pembelian diambil, adalah penting untuk
membedakan antara kedua ini sewaktu memeriksa data. Rumah tangga menjadi unit
yang analisis yang lebih penting bagi pemasar karena pertumuhan yang pesat di
dalam keluarga trdisional dan rumah tangga nonkeluarga. Di antara rumah tangga
nonkeluarga,mayoritas besar terdiri dari orang-orang yang hidup sendiri.
13.2
Penentu Keputusan Pembelian Pada Suatu Keluarga
Keluarga
memiliki pendapatan rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah
tangga karena jumlah yang lebih banyak dari individu yang bekerja di dalam
keluarga. Untuk keluarga maupun rumah tangga, keempat variabel structural yang
paling memberi dampak pada keputusan pembelian dan yang demikian paling menarik
bagi pemasar adalah usia kepala rumah tangga atau keluarga, ststus perkawinan,
kehadiran anak, dan ststus pekerjaan.
Keluarga adalah sama dengan perusahaan; keluarga adalah organisasi yang terbentuk untuk mencapai fungsi tertentu yanmg lebih efektif dibandingkan individu yang hidup sendiri. Fungsi yang paling jelas bahwa dua oramg dapat mencapai lebih baik daripada satu orang adalah mempunyai anak. Walaupun analisis konsumen mungkin tidak mempunyai opini mengenai apakah keluarga harus mempunyai anak atau tidak. Konsekuensi ekonomi dengan hadirnya anak menciptakan struktur permintaan akan pakaian, makana, perbot, rumah, perawatan kesehatan, pendidikan dan produk.lain. anak di dalam keluarga dapat menyebabkan menurunnya permintaan akan produk lain, seperti perjalanan, restoran, pakaian orang dewasa, dan banyak barang yang bebas pilih.
Keluarga adalah sama dengan perusahaan; keluarga adalah organisasi yang terbentuk untuk mencapai fungsi tertentu yanmg lebih efektif dibandingkan individu yang hidup sendiri. Fungsi yang paling jelas bahwa dua oramg dapat mencapai lebih baik daripada satu orang adalah mempunyai anak. Walaupun analisis konsumen mungkin tidak mempunyai opini mengenai apakah keluarga harus mempunyai anak atau tidak. Konsekuensi ekonomi dengan hadirnya anak menciptakan struktur permintaan akan pakaian, makana, perbot, rumah, perawatan kesehatan, pendidikan dan produk.lain. anak di dalam keluarga dapat menyebabkan menurunnya permintaan akan produk lain, seperti perjalanan, restoran, pakaian orang dewasa, dan banyak barang yang bebas pilih.
Tipe – Tipe
Perilaku Pembelian Menurut Wilkie (1990), tipe perilaku konsumen dalam
melakukan pembelian dikelompokkan menjadi empat berdasarkan tingkat
keterlibatan pembeli dan tingkat keterlibatan diferensiasi merek, yang
dijelaskan sebagai berikut :
1.
Budget Allocation (Pengalokasian budget), Pilihan
konsumen terhadap suatu barang dipengaruhi oleh cara bagaimana membelanjakan
atau menyimpan dana yang tersedia, kapan waktu yang tepat untuk membelanjakan
uang dan apakah perlu melakukan pinjaman untuk melakukan pembelian.
2.
Product Purchase or Not (Membeli produk atau tidak), Perilaku
pembelian yang menggambarkan pilihan yang dibuat oleh konsumen, berkenaan
dengan tiap kategori produk atau jasa itu sendiri.
3.
Store Patronage (Pemilihan tempat untuk mendapatkan
produk), Perilaku pembelian berdasarkan pilihan konsumen, berdasarkan tempat
atau di mana konsumen akan melaksanakan pembelian produk atau jasa tersebut.
Misalnya, apakah lokasi bakery menjadi salah satu faktor yang menentukan
konsumen dalam melakukan proses pembelian.
4.
Brand and Style Decision (Keputusan atas merek dan
gaya), Pilihan konsumen untuk memutuskan secara terperinci mengenai produk apa
yang sebenarnya ingin dibeli.
13.3
Family Life Cycle (FLC)
Konsep family life cycle merupakan
alat untuk menggambarkan serangkaian tahap perkembangan kebanyakan keluarga.
Untuk menggambarkan realitas berbagai macam tatanan keluarga dan gaya hidup
sekaranag maka konsep family life cycle dapat dibagi dua :
1. Skema Family Life Cycle Tradisional
Tahap 1, masa lajang, orang muda lajang hidup terpisah
dari orang tua.
Tahap 2, pasangan yang berbulan madu.
Tahap 3, orang tua, mempunyai satu anak dan tinggal
serumah.
Tahap 4, pasca orang tua, suami istri yang sudah tua,
anak-anak tidak tinggal serumah.
Tahap 5, disolusi, seorang suami atau istri yang masih
hidup.
2. Tahap-tahap Family Life Cycle Alternatif
a. Rumah tangga keluarga terdiri dari, pasangan yang tidak punya anak,
pasangan yang terlambat menikah, orang tua tunggal dan keluarga diperluas.
b. Rumah tangga bukan keluarga yaitu pasangan tidak menikah, pasangan
bercerai tanpa anak, orang lajang, dan janda atau duda yang sudah tua.
13.4Perubahan
Struktur Keluarga dan Rumah Tangga
Memahami
perubahan struktur keluarga dan pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan
sebagai konsumen. Keputusan membeli dalam keluarga di pengaruhi oleh keadaan
sudah menikah atau belum, ukuran jumlah anggota keluarga, hal tersebut
mempengaruhi jumlah belanjaan yang akan dibeli maupun budget yang akan di
siapkan untuk mengambil keputusan dalam hal membeli suatu barang. Banyak dari
mereka benar-benar menghitung jumlah pengeluaran mereka sesuai dengan keadaan
yang mereka hadapi dalam keluarga mereka sehari-hari, mana yang sekiranya
menjadi keputusan yang utama mana yang belum menjadi prioritas saat itu.
13.5
Metode Riset Untuk Mengetahui Pengambil Keputusan Oleh Keluarga
Pemberian
kuesioner kepada seluruh keluarga membutuhkan akses ke semua anggota pada waktu
yang lebih kurang sama, dengan menggunakan bahasa yang mempunyai makna sama
bagi semua anggota keluarga, dan menafsirkan hasil ketika anggota dari keluarga
yang sama melaporkan opini yang bertentangan mengenai apa yang dibeli oleh
keluarga atau pengaruh relative dalam keputusan tersebut.
BAB XIV
PENGARUH SITUASI
14.1
Tipe-Tipe Situasi Konsumen
Terdapat tiga jenis situasi yang
dialami konsumen
1. Situasi
Komunikasi
Situasi
Komunikasi adalah suasana atau lingkungan dimana konsumen memperoleh informasi
atau melakukan komunikasi.
Konsumen mungkin memperoleh informasi melalui :
Konsumen mungkin memperoleh informasi melalui :
a.
Komunikasi Lisan dengan teman, kerabat,
tenaga penjual, atau wiraniaga
b.
Komunikasi non pribadi, seperti iklan
TV, radio, internet, koran majalah, poster, billboard, brosur, leaflet
dsb.
c.
Informasi diperoleh langsung dari toko
melalui promos penjualan, pengumuman di rak dan di depan toko
2. Situasi
Pembelian
Situasi
Pembelian adalah lingkungan atau suasana yang dialami/dihadapi konsumen ketika
membeli produk dan jasa. Situasi pembelian akan mempengaruhi pembelian Misal:
Ketika Konsumen berada di bandara, ia mungkin akan bersedia membayar sekaleng
Coke berapa saja harganya ketika haus. Sebaliknya, jika ia berbelanja Coke di
swalayan dan mendapatkan harganya relatif lebih mahal, ia mungkin sangat
sensitif terhadap harga. Konsumen tsb mungkin akan menunda pembelian Coke dan
mencari di tempat lain.
3. Situasi
Pemakaian
Situasi
Pemakaian disebut juga situasi penggunaan produk dan jasa merupakan situasi
atau suasana ketika konsumsi terjadi. Konsumen seringkali memilih suatu produk
karena pertimbangan dari situasi konsumsi. Misal: Konsumen Muslim sering
memakai kopiah dan pakaian takwa pada saat sholat atau pada acara keagamaan.
Kebaya akan dipakai kaum wanita pada acara pernikahan atau acara resmi lainya,
dan jarang digunakan untuk pergi bekerja Para Produsen sering menggunakan
konsep situasi pemakaian dalam memasarkan produknya, produk sering diposisikan
sebagai produk untuk digunakan pada situasi pemakaian tertentu. Misalnya, ada
pakaian resmi untuk ke pesta, pakaian olahraga, pakaian untuk kerja, pakaian
untuk santai dan berolahraga.
14.2
Interaksi Individu dengan Situasi
Situasi
pembelian mempunyai pengaruh yang nyata terhadap keputusan pembelian konsumen
dengan gaya hidup believer. Hal ini menunjukkan bahwa situasi pembelian
mampu menghadirkan keinginan konsumen untuk membeli karena situasi ini
bisa menjadi stimulus terhadap
keputusan konsumen untuk membeli. Gaya hidup pembelian juga mempunyai
pengaruh yang nyata terhadap keputusan pembelian konsumen atas sesuatu.
Konsumen dengan gaya hidup believer ternyata juga mengikuti mode-mode
pakaian khususnya misalnya celana jeans sehingga gaya hidup mereka
berpengaruh terhadap keputusan pembelian yang dilakukan. Situasi pembelian
dan gaya hidup terhadap mode bagi konsumen dengan gaya hidup believer
ternyata cukup tinggi mampu mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
dengan pengaruhnya sebesar 68%.
14.3 Pengaruh Situasi Tak Terduga
Memahami perilaku membeli dalam situasi yang tak
terduga. Bagaimana seseorang mengerti akan potensi dari pengaruh situasi
yang tak terduga yang dapat merusak keakuratan ramalan yang didasarkan pada
maksud pembelian, yang tadinya ia tidak mau membeli barang tapi karena susatu
hal jadi membeli barang tersebut.
Contoh : saat jalan ke pusat perbelanjaan, ibu terlihatt ingin membeli baju baru padahal awalnya mereka ke pusat perbelanjaan hanya untuk belanja bulanan.
Contoh : saat jalan ke pusat perbelanjaan, ibu terlihatt ingin membeli baju baru padahal awalnya mereka ke pusat perbelanjaan hanya untuk belanja bulanan.
Situasi
tidak terduga dapat menjadi pemicu seseorang untuk membeli suatu barang.
Misalnya mahasiswi yang akan mengikuti ujian dan lupa membawa bolpoin dan
pensil, maka secara otomatis dia akan membeli dulu bolpoin dan pensil sebelum
mengikuti ujian tersebut.
sumber:
http://gigihkuntoro.blogspot.co.id/2015/01/bab-11-14.html